Sabtu, 24 Maret 2012

politik pertanahan

CATATAN MIGUAN MATERI MATAKULIAH POLITIK PERTANAHAN

Oleh Alfin Andi Yanti

Dosen Pengampu Mata Kuliah Politik Pertanahan Noenik Sofiati, SH.MH


JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


Pengertian Politik Menurut Para Ahli, di antaranya sebagai berikut :

1. Wilbur White (White’s Political Dictionary, 1947) mengatakan bahwa Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari negara dan pemerintahan; ilmu politik adalah sebuah studi yang berhubungan dengan tata letak, bentuk-bentuk, dan proses dari sebuah negara dan pemerintahan.

2. David Easton (1965) menjelaskan bahwa politik adalah satu bentuk tertentu dari tindakan sosial,yakni bentuk tindakan yang menjamin pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan, serta definisi atas bidang penerapannya (Antropologi Politik, George Balandier).

3. Rober A. Dahl menyatakan bahwa politik bisa dilihat dari sisi penekannyan pada individu. Bagi Dahl, politik adalah pola-pola menetap dari relasi manusia yang berkepentingan dengan masalah kekuasaan,, hukum (pemerintah, kaidah, adat) dan kekuasaan.

4. Black Colitic mengatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan dan administrasi pemerintah negara dan bangsa/ penyelenggara fungsi-fungsi/ penyelenggara mengatur urusan pemerintah.

5.Menurut Kamus Bahasa Indonesia Badudu,Zaine mengatakan bahwa politik adalah dengan segala macam ketatanegaraan yang menyangkut pemerintahan yang didalamnya ada sistem kebijakan serta siasat menyikapi urusan dalam maupun luar negeri.


Pengertian Politik Hukum adalah yang berhubungan dengan kebijaksanaan untuk menentukan kaidah – kaidah hukum sesuai dengan ideologi penguasa.

Menurut Rahardjo Kaidah/Tujuannya dalam penegak hukum adalah mencapai tujuan, cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut dan cara mana untuk mencapai tujuan tersebut, mengapa politik itu di ubah dan apa dampaknya, bagaimanakah cara perubahan itu sebaiknya dilakukan.

Politik Hukum Pertanahan adalah Kebijakan pemerintah dibidang pertanahan yang ditujukan untuk peruntukan dan penggunaan penguasa atau pemilik tanah, peruntukan penggunaan tanah untuk menjamin perlindungan huku dan meningkatkan kesejateraan serta mendorong kegiatan ekonomi melalui pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Peraturan Pelaksanaannya.

Hukum Tanah Nasional adalah hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyrakat hukum adat tertentu dengan tanah ulayatnya. Konsepsi hukum tanah adalah konsepsi asli Indonesia yang tertitik tolak dari keseimbangan antara kepentingan bersama dan kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat juga disebut sebagai konsepsi pancasila karena memosisikan manusia dan masyarakatnya dalam posisi yang selaras, serasi, danseimbang dan tidak adapertentangan antara masyarakat dan individu.


Latar Belakang terbentuknya Politik Pertanahan, yaitu :

a. UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa tentang bumi, air dan tanah yang terkandung dalam negara diletakkan dalam negara dan pengenalan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

b. Hukum Adat (Hak Ulayat) yaitu menjelaskan tentang persekuuan hukum (yang kecil itu desa dan yang besar itu negara).

c. Pengertian Hukum Adat (Hal Ulayat) menurut beberapa pakar , diantaranya adalah sebagai berikut:

ü Maria R. Ruwiastuti menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat tumbuh dari kesadaran hukum menjalankan rata hukum yang nyata dari rakyat serta pembentukan norma tidak tergantung pada pengabdian rakyat.

ü Urip Santoso tercantum pada UUPA Pasal 3 menurutnyaPelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak serupa itu dari masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada baru sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa kita yang tidak boleh bertentangan dengan UUD dan Peraturan lain yang lebih fungsi.

ü Prof. Boedi Harsono, S.H., menyimpulkan bahwa Hak Ulayat / Hukum Adat adalah serangkaiam wewenang dan kewajiban hukum adat yang berhubungan dengan tanah dan tata letak dengan wilayah lingkungan.

ü Imam Soetiknyo mengenai Hak ulayat atau Hukum Adat adalah Hak-hak yang besifat publik yang dimiliki oleh persekutuan hukum adat sebagai satuan politik terkecil yang terdapat diwilayah negara dengan kata lain hak ulayat hak negara sehingga tanah yang dikuasai berdasarkan hak milik statusnya sama dengan tanah negara.

ü Menurut Imam Sudiyat, sebagai salah satu unsur esensial pembentukan negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya mendominasi.

Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non.


Beberapa Peraturan Kebijakan Pemerintah (Hukum Adat) yang berkaitan dengan hukum pertanahan diantaranya sebagai berikut:

1. Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Perbaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,

3. Keputusan Presiden Nomor 34 tahn 2003 tentang Kebijkan Nasional tentang Badan Pertanahan Nasional di Bidang Pertanahan,

4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasiona,

5. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang baru saja ditetapkan pada tanggal 9 Juli 2007 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007

6. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten


A. Konsepsi Hukum Tanah Nasional

Sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat. Hal ini tercermin dari rumusan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyatakan bahwa: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia, serta dengan peraturan-peraturan yang tercermin dalam undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Sifat komunalistik dalam konsepsi hukum tanah nasional tercermin dalam rumusan Pasal 1 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Sementara itu, sifat religius konsepsi hukum tanah nasional terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh bumi,air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan lam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

B. Hak Penguasa Atas Tanah sebagai Objek Hukum Tanah Nasional

1. Hak Bangsa Indonesia

Hak bangsa Indonesia mengandung dua unsur, yaitu sebagai berikut.

a. Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA)

Pernyataan ini menunjukkan sifat komunalistik dari konsepsi Hukum Tanah Nasional. Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan politik untuk melaksanakannya tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat.

b. Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan memimpin penguasa dan penggunaan tanah yang dipunyai bersama tersebut. Aspek publik ini tercermin dari adanya kewenanganan negara untuk mengatur tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasa 1945. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Hak Menguasai Negara

Dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia membentuk negara Republik Indonesia untuk melindungii segenap tanah air Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum.

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Berdasarkan Pasal 3 UUPA terhadap hak ulayat yang masih ada diakui eksistensinya oleh UUPA sepanjang hak ulayat itu masih hidup. Sementara itu, pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan UUPA serta kepentingan pembangunan yang diselenggarakan dewasa ini.

4. Hak – hak Perorangan Atas Tanah

a. Hak – hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak yang memberikkan wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk memenuhi dua jenis kebutuhan, yaitu untuk diusahakn dan tempat membangun sesuatu.

Hak-hak atas tanah dalam hukum tanah nasional, pada dasarnya meliputi sebagai berikut.

1. Hak-hak atas tanah yang primer, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh negara dan bersumber langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah. Jenis hak atas tanahnya antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.

2. Hak-hak atas tanah yang sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh pemilik tanah dan bersumber secara tidak langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah.

b. Hak Atas Tanah Wakaf

Hak atas tanah wakaf adalah hak penguasaan atas satu bidang tanah tertentu (semula hak milik dengan terlebih dahulu diubah statusnya menjadi tanah wakaf) yang oleh pemiliknya telah dipisahkan dari harta kekayaan dan melembagakannya selama-lamanya untuk kepentingan peribadatab atau keperluan umum lainnya seperti pesantren atau sekolah berdasarkan agama sesuai dengan ajaran hukum islam. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah atay kesejahteraan umum menurut syariah.

c. Hak Jaminan Atas Tanah

Hak Jaminan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah hak tanggungan menggantikan Hypotheek dan Credietverband sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yang lama. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 25,33,39 UUPA, dan hak milik atas satuan rumah susun menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda – benda yang berkaitan dengan Tanah, objek hak tanggungan ditambah hak pakai atas tanah negara.

d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi: hak pemilikan perseoranagn atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun, hak bersama atas benda-benda, hak bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.

e. Hak Pengelolaan

Hak pengelolaan untuk kali pertama disebut dan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konveksi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang kebijakan selanjutnya juncto Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaraan hak Pakai dan Hak Pengelolaan dan dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara, yaitu dalam menegaskan pelaksanaan konveksi hak-hak penguasaan yang ada pada departemen-departemen dan daerahdaerah swatantra berdasarkan peraturan menteri tersebut. Ketentuan hak Pengelolaan dalam Peraaturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahn 1965 diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan –Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan juncto Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.

Hak pengelolaan juga diatur dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985 tetang Rumah Susun; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Menurut Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, Hak pengelolaan dapat diberikan kepada: instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, PT persero, badan otorita, badan-badan hukum lainnya yang ditunjuk pemerintah.

C. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001

Ketetapan Majelis Permusyawarakatan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditetapkan pada Sidang MPR pada tanggal 9 November 2001. Kedudukan TAP MPR hanya merupakan tuntunan bagi penetapan arah dan kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

D. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan

Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten. Kewenangan tersebut antara lain :

1. Pemberian ijin lokasi;

2. Penyelenggaranaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;

3. Penyelesaian sengketa tanah garapan;

4. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;

5. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;

6. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;

7. Pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong;

8. Pemeberian izin membuka tanah;

9. Perencanaan pengunaan tanah wilayah kabupaten/kota.

Kebijakan pertanahan diarahkan kepada upaya menjalankan TAP MPR Nomor IX / 2001 tentang pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal5 ayat 1.

E. Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.

Eksistensi Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban di bidang pertanhan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu di atur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Komite Pertanahan. Komite Pertanahan ini bertujuanuntuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak – pihak yang berkepentingan dengan bidang pertanahan dan dalamrangka perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, adapun tugas Komite Pertanahan yaitu memerikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam perumusan kebijakan nasional dibidang pertanahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangana pemerintah pusat dan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

F. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten

Ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang norma dan standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten. Sebagai tindak lanjut dari keputusan Presiden Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan menyebutkan tentang pembagian kewenangan pemerintah dibidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

KESIMPULAN

Dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut, diharapkan permasalahan yang terkait dengan sengketa kewenangan bidang pertanahan dapat diatasi. Hal ini sesuai dengan konsep kewenangan pertanahan yang pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan tersebut meliputi perencanaan peruntukan tanah, penguasaan dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukumnya pada asasnya selalu dilakukan dalam rangka dekonsentrasi kepada pejabat-pejabat pemerintah daerah dalam rangka medebewind, bukan otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya.Jakarta: Penerbit Djambatab.2003.

Hazairin. Demokrasi Pancasila. Jakarta: Tinta Mas. 1973.

Hutagalung, Arie Sukanti. Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi Suatu Kumpulan Karangan. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2002.

Hutagalung, Arie Sukanti, Nyonya. Kewenangan Pemerintahan di Bidang Pertanahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.

Sudiyat,Iman. Hukum Adat, Sketsa Asas. Yogyakarta:Penerbit Liberty. 1978.

Wahyono, Padmo. Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Jakarta: Alsara Baru. 1984

Peraturan Perundang-undangan :

Badan Pertanahan Nasional. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintahan KabupatenKota. K.BPN No.2 Tahun 2003.

Departemen Agraria/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Negera Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang izin Lokasi. Kepmenag/K.BPN No.2 Tahun 1999.

Departemen Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. Permenag/K.BPN No.9 Tahun 1999.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. No.IX Tahun 2001.

.Un 125 Tahun 2004, Undang -Undang tentang Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria. UU No.5 Tahun 1960,LN No.104 Tahun 1960, TLN Np.2043.

. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU No. 10 Tahun 2004, LN No. TLN No.4389.

. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No.32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No 4437.

. Undang-Undang tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun 2007, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724.

. Peraturan Pemerintah tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara. PP No.8 Tahun 1953.


masalah urban politik diwilayah malang

URBAN POLITIC
Oleh Alfin Andi Yanti
Dosen Pengampu Mata Kuliah Urban Politic Dr. Tri Sulistyaningsih,M.Si

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012


Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman sekitar setengah populasi dunia hidup di perkotaan, diperkirakan sekitar seperempat abad mendatang penduduk perkotaan akan menjadi dua pertiga di seluruh belahan dunia ini.Selain itu, Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari. Menyebabkan beban kota akan semakin berat manakala pengangguran dan kemiskinan masih mewarnai kehidupan kota, dalam masalah perkotaan ini khususnya masalah sampah akhir-akhir ini terasa semakin kompleks, rumit, dan semakin mendesak untuk segera diselesaikan.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses atau dengan kata lain Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan sifatnya sampah dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (1) Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun; (2) Sampah Anorganik, Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.


Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan sampah dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti Sampah sisa sayuran, Sampah sisa daging, Sampah daun dan Sampah lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti Sampah plastik, Sampah kertas, Sampah karet, Sampah logam, Sampah sisa bahan bangunan dan Sampah lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari Sampah industri dan Sampah rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.


Masalah sampah telah menjadi isu nasional, karena selain telah menelan korban jiwa yang cukup banyak dan menimbulkan konflik social yang hingga kini masih belum dapat diselesaikan secara tuntas, ternyata dimensinya tidak hanya menyangkut aspek teknis, melainkan mencakup pemikiran para pengambil keputusan yang masih konvensional.


Berdasarkan dari pengertian diatas yang dapat dikaitkan dengan kota Malang yang dengan simbol hijau royo-royo bahwa Permasalahan lingkungan perkotaan di Malang yang dominan saat ini adalah kepadatan penduduk kota yang terus meningkat, masalah persampahan, masalah sanitasi kota, dan kualitas air. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat tinggi merupakan ancaman dan tekanan terbesar bagi masalah lingkungan hidup, karena setiap penduduk memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup, di sisi lain setiap orang juga menghasilkan limbah atau yang dapat disebut dengan kata lain sampah dalam beragam bentuk.


Masalah persampahan di Kota Malang terutama masih banyaknya sampah yang dibuang ke badan sungai atau berserakan di tempat terbuka yang mengakibatkan sungai tidak dapat berfungsi sebagaimana semestinya dan timbunan sampah di berbagai sudut kota berpotensi menimbulkan berbagai penyakit. Berikut ini merupakan tabel tentang masalah sampah yang ada di kota Malang, yaitu :
Tahun Sampah Masuk TPA Sampah dibakar Incenerator Program sampah mandiri Sampah saluran Jumlah

Tahun

Sampah Masuk TPA

Sampah dibakar Incenerator

Program sampah mandiri

Sampah saluran

Jumlah

2010

± 1800 ton/hari

± 240 ton/hari

± 430.7 ton/hari

± 45 ton/hari

± 2515.7 ton/hari

2009

± 1580 ton/hari

± 240 ton/hari

± 645 ton/hari

± 45 ton/hari

± 2510 ton/hari



Peraturan Daerah Kota Malang tentang sampah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851) yang berisi :
Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/ persampahan dilakukan dalam rangka peningkatan kebersihan dan kualitas lingkungan kota melalui upaya-upaya penanganan sampah secara terpadu mulai dari proses pembuangan awal sampai akhir.

Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan dan penanganan sampah dilakukan sebagai berikut :
1. pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/ persampahan pada skala lingkungan dilakukan dengan penyediaan Lokasi Pembuangan Sementara (LPS) yang tersebar pada wilayah unit pengembangan di sekitar kawasan perumahan sesuai dengan tingkat dan lingkup pelayanan;

2. pembangunan LPS pada Unit Pengembangan dapat dilakukan pada lahan-lahan yang direncanakan untuk fasilitas umum dan dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang penanganan dan pengelolaan sampah;

3. Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/ persampahan skala kota dilakukan dengan penyediaan prasarana dan sarana penanganan sampah terpadu pada Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) Brantas yang termasuk dalam wilayah Unit Pengembangan XI Sungai Brantas Jasa Tirta
Penanganan kebersihan dan persampahan skala kota juga dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan dalam penanganan sampah, serta mendukung pelaksanaan program penanganan sampah terpadu termasuk penyediaan prasarana dan sarana pada lingkup regional.



Rumusan Masalah
1. Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang di atas, untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

2. Bagaimana Pemerintah Kota Malang dalam memotivasi masyarakat agar masyarakat berperan aktif dalam pengelolaan sampah?

3.Bagaimana cara penanggulangan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang?

Tinjauan Pustaka

Pada beberapa kota umumnya pengelolaan persampahan dilakukan oleh dinas kebersihan kota. Keterlibatan masyarakat maupun pihak swasta dalam menangani persampahan pada beberapa kota sudah dilakukan untuk beberapa jenis kegiatan. Masyarakat banyak yang terlibat pada sektor pengumpulan sampah di sumber timbunan sampah, sedangkan pihak swasta umumnya mengelola persampahan pada kawasan elit dimana kemampuan membayar dari konsumen sudah cukup tinggi.


Umumnya dinas kebersihan selain berfungsi sebagai pengelola persampahan kota, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelola persampahan. Sebagai pengatur, Dinas Kebersihan bertugas membuat peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh operator pengelola persampahan. Sebagai pengawas, fungsi Dinas kebersihan adalah mengawasi pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah dibuat dan memberikan sangsi kepada operator bila dalam pelaksanaan tugasnya tidak mencapai kinerja yang telah ditetapkan, fungsi Dinas kebersihan sebagai pembina pengelolaan persampahan, adalah melakukan peningkatan kemampuan dari operator. Pembinaan tersebut dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan maupun menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk mendapatkan umpan balik atas pelayanan pengelolaan persampahan. Namun demikian sistem yang sedang berjalan tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalah sampah dengan baik dan tuntas.


Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987). Oleh karenya diperlukan terobosan baru untuk penangananya, yaitu dengan sistem Silarsatu dengan prinsip sistem pengelolaan sampah tanpa sisa (zero waste system). Sistem ini merupakan pengelolan sampah dengan reaktor sampah terpadu, karena akan melibatkan stackholder secara proposional. Pada sistem ini masyarakat dilibatkan secara penuh, pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator. Masyarakat akan mengelola sendiri sampahnya, masyarakat akan merasa memiliki dan juga akan memperoleh pendapatan dari pengelolaan ini.


Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi :
1. Sistem pengolahan sampah secara terpadu
2. Teknologi pengomposan
3. Daur ulang sampah plastik dan kertas
4. Teknologi pembakaran sampah dan insenator
5. Teknologi pengolahan sampah organik menjadi pakan ternak
6. Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
7. Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah
8. Pengolahan sampah kota metropolitan
9. Peluang dan tantangan usaha daur ulang

Analisa


Dalam memotivasi masyarakat pemerintah kota Malang bekerja sama dengan pihak swasta dan beberapa lembaga untuk pendampingan setiap keluarga yang peduli kepada permasalahan sampah untuk pengelolaan sampah organik menjadi produk kerajinan dan kompos, sementara itu Dinas Kebersihan dan Pertamanan membantu dan menfasilitasi semua kegiatan tersebut mulai dari menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pemerintah kota Malang juga memberi penghargaan kepada kader lingkungan dengan berbagai macam cara serta melakukan kegiatan diantaranya lomba kebersihan Malang Green and Clean, Malang Ijo royo-royo, Lomba Merdeka Dari Sampah, Lomba Kerbersihan antar Kecamatan dan masih banyak lagi cara yang ditempuh untuk terus memotivasi masyarakat dengan hadiah berupa uang sebesar Rp. 20 Juta hingga Rp. 40 Juta kepada lingkungan yang berhasil sebagai pemenang.


Dalam menanggulangi atau mengurangi sampah tersebut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang membangun lokasi pembuangan akhir (LPA) yang terletak di Bagian Barat kecamatan Lowokwaru Kelurahan Dieng dan Timur Kecamatan Kedung Kadang Kelurahan Buring, selain digunakan sebagai tempat akhir pembuangan sampah, juga dijadikan tempat untuk mengolah limbah-limbah yang dihasilkan agar tidak terlalu mencemari lingkungan disekitarnya dengan menggunakan teknologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai berikut :
a. Jembatan Timbang
Bangunan ini dilengkapi dengan perangkat-perangkat komputer dan elektronik, yang berfungsi sebagai sarana dan media untuk mengetahui besaran volume (tonase) sampah yang diangkut masuk kedalam LPA Brantas. Dengan adanya jembatan timbang ini dapat diketahui asal atau sumber sampah, nama sopir pengangkut sampah dan nomor polisi kendaraan pengangkut sampah. Data-data tersebut dimasukkan kedalam database, dan menghasilkan laporan (report) yang kemudian dikirimkan di kantor pusat Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang.

b. IPAL I
Di bangunan ini dilakukan pengolahan air limbah, atau sering disebut juga sebagai air lindi, dengan menggunakan metode kimiawi. Artinya, pengolahan air lindi dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan kimia seperti tawas dan juga bahan kimia yang lain. Metode Kimiawi ini dilakukan dengan dua cara yaitu, cara manual dan menggunakan mesin.

c. IPAL II
Pada bangunan ini juga dilakukan pengolahan air lindi, namun metode yang digunakan adalah metode mikrobiologi. Metode ini dilkakukan dengan teknologi tertentu, dimana hasil lindi tersebut akan diberi bakteri patogen.

d. Terminal Dumping
Adalah lokasi pendumpingan atau pembuangan sampah.

e.Bengkel Alat Berat
Adalah lokasi atau tempat yang berfungsi sebagai garasi, tempat perawatan, dan sekaligus bengkel untuk alat-alat berat yang beroperasi di LPA.



Kesimpulan


Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Akan tetapi sampah tersebut masih bisa diolah lagi yang menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan perekonomian, dengan program pengelolaan sampah mandiri berbasiskan masyarakat dengan membangun rumah kompos dan membuat berbagai kerajinan dari sampah dapat memperpanjang usia LPA.


Diharapkan kepada masyarakat lebih sadar dan peduli bahwa masalah sampah adalah masalah yang sangat serius dan harus diselesaikan bersama, Sehingga diharapkan timbul rasa tanggung jawab setiap keluarga atau individu terhadap sampah yang dihasilkan setiap hari.

Daftar Pustaka


Kastaman, Roni, Ade Moetangad Kramadibrata. 2007. Sistem Penelolaan Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu.
Murtadho, D. dan Sa’id, E. G. 1988. Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta : Sarana
Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta : PT Rinika Cipta.
Peraturan Daerah Kota Malang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851)

Jurnal


Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu oleh Arianto Wibowo & Darwin T. Djajawinata.
Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Wilayah Perkotaan oleh Ir. Ibnu Umar.
Penanganan Sampah untuk Menuju Kota Bersih dan Sehat oleh urip santoso.

Internet


http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah (diakses tgl 19-4-2011)
http://ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/08/05/pemanfaatan-sampah/ (diakses tgl 20-4-2011)