CATATAN
MIGUAN MATERI MATAKULIAH POLITIK PERTANAHAN
Oleh Alfin Andi Yanti
Dosen Pengampu Mata
Kuliah Politik Pertanahan Noenik Sofiati, SH.MH
JURUSAN ILMU
PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2012
Pengertian Politik Menurut Para Ahli, di
antaranya sebagai berikut :
1.
Wilbur White (White’s
Political Dictionary, 1947) mengatakan bahwa Ilmu Politik adalah ilmu yang
mempelajari negara dan pemerintahan;
ilmu politik adalah sebuah studi yang berhubungan dengan tata letak,
bentuk-bentuk, dan proses dari sebuah negara dan pemerintahan.
2.
David Easton (1965)
menjelaskan bahwa politik adalah satu bentuk tertentu dari tindakan
sosial,yakni bentuk tindakan yang menjamin pengambilan dan pelaksanaan
keputusan-keputusan, serta definisi atas bidang penerapannya (Antropologi
Politik, George Balandier).
3.
Rober A. Dahl
menyatakan bahwa politik bisa dilihat dari sisi penekannyan pada individu. Bagi
Dahl, politik adalah pola-pola menetap dari relasi manusia yang berkepentingan
dengan masalah kekuasaan,, hukum (pemerintah, kaidah, adat) dan kekuasaan.
4.
Black Colitic
mengatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan dan administrasi
pemerintah negara dan bangsa/ penyelenggara fungsi-fungsi/ penyelenggara
mengatur urusan pemerintah.
5.
Menurut Kamus Bahasa
Indonesia Badudu Zaine mengatakan
bahwa politik adalah dengan segala macam ketatanegaraan yang menyangkut
pemerintahan yang didalamnya ada sistem
kebijakan serta siasat menyikapi urusan dalam maupun luar negeri.
Pengertian Politik Hukum adalah yang
berhubungan dengan kebijaksanaan untuk menentukan kaidah – kaidah hukum sesuai
dengan ideologi penguasa.
Menurut Rahardjo Kaidah/Tujuannya dalam
penegak hukum adalah mencapai tujuan, cara yang dipakai untuk mencapai tujuan
tersebut dan cara mana untuk mencapai tujuan tersebut, mengapa politik itu di
ubah dan apa dampaknya, bagaimanakah cara perubahan itu sebaiknya dilakukan.
Politik Hukum Pertanahan adalah
Kebijakan pemerintah dibidang pertanahan yang ditujukan untuk peruntukan dan
penggunaan penguasa atau pemilik tanah, peruntukan penggunaan tanah untuk
menjamin perlindungan huku dan meningkatkan kesejateraan serta mendorong
kegiatan ekonomi melalui pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Peraturan
Pelaksanaannya.
Hukum Tanah Nasional adalah hukum tanah
Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam
pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyrakat hukum adat
tertentu
dengan tanah ulayatnya. Konsepsi hukum tanah adalah konsepsi asli Indonesia
yang tertitik tolak dari keseimbangan antara kepentingan bersama dan
kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat juga disebut sebagai konsepsi
pancasila
karena memosisikan manusia dan masyarakatnya dalam posisi yang selaras, serasi,
danseimbang dan tidak adapertentangan antara masyarakat dan individu.
Latar Belakang terbentuknya Politik
Pertanahan, yaitu :
a.
UUD 1945 Pasal 33 ayat
3 bahwa tentang bumi, air dan tanah yang terkandung dalam negara diletakkan
dalam negara dan pengenalan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
b.
Hukum Adat (Hak Ulayat)
yaitu menjelaskan tentang persekuuan hukum (yang kecil itu desa dan yang besar
itu negara).
c.
Pengertian Hukum Adat
(Hal Ulayat) menurut beberapa pakar , diantaranya adalah sebagai berikut:
ü Maria
R. Ruwiastuti menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dan
hidup dalam masyarakat tumbuh dari kesadaran hukum menjalankan rata hukum yang
nyata dari rakyat serta pembentukan norma tidak tergantung pada pengabdian
rakyat.
ü Urip
Santoso tercantum pada UUPA Pasal 3 menurutnyaPelaksanaan hak ulayat dan
pelaksanaan hak serupa itu dari masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya
masih ada baru sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan negara
yang berdasarkan atas persatuan bangsa kita yang tidak boleh bertentangan
dengan UUD dan Peraturan lain yang lebih fungsi.
ü Prof.
Boedi Harsono, S.H., menyimpulkan bahwa Hak
Ulayat / Hukum Adat adalah serangkaiam wewenang dan kewajiban hukum adat
yang berhubungan dengan tanah dan tata letak dengan wilayah lingkungan.
ü Imam
Soetiknyo mengenai Hak ulayat atau Hukum Adat adalah Hak-hak yang besifat
publik yang dimiliki oleh persekutuan hukum adat sebagai satuan politik
terkecil yang terdapat diwilayah negara dengan kata lain hak ulayat hak negara
sehingga tanah yang dikuasai berdasarkan hak milik statusnya sama dengan tanah
negara.
ü Menurut
Imam Sudiyat, sebagai salah satu unsur esensial pembentukan negara, tanah
memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara
yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya mendominasi.
Di negara yang rakyatnya berhasrat
melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non.[3]
Beberapa Peraturan Kebijakan Pemerintah
(Hukum Adat) yang berkaitan dengan hukum pertanahan diantaranya sebagai
berikut:
1.
Undang –Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
2.
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Perbaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam,
3.
Keputusan Presiden
Nomor 34 tahn 2003 tentang Kebijkan Nasional tentang Badan Pertanahan Nasional
di Bidang Pertanahan,
4.
Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasiona,
5.
Peraturan Pemerintah
Republik IndonesiaNomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota yang baru saja ditetapkan pada tanggal 9 Juli 2007 yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
6.
Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar mekanisme
ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Kota/Kabupaten
A. Konsepsi Hukum Tanah
Nasional
Sumber
utama dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat. Hal ini
tercermin dari rumusan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA
yang menyatakan bahwa: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang
angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia, serta dengan peraturan-peraturan yang tercermin dalam undang-undang
ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Sifat
komunalistik dalam konsepsi hukum tanah nasional tercermin dalam rumusan Pasal
1 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Sementara itu, sifat religius konsepsi hukum tanah nasional terdapat dalam
Pasal 1 ayat 2 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh bumi,air, dan ruang angkasa
termasuk kekayaan lam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa
Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
B. Hak Penguasa Atas Tanah
sebagai Objek Hukum Tanah Nasional
1. Hak Bangsa Indonesia
Hak
bangsa Indonesia mengandung dua unsur, yaitu sebagai berikut.
a.
Unsur kepunyaan bersama
yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis,
tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa
Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA)
Pernyataan
ini menunjukkan sifat komunalistik dari konsepsi Hukum Tanah Nasional. Apabila
unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan
politik untuk melaksanakannya tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak
mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat.
b.
Unsur tugas kewenangan
yang bersifat publik untuk mengatur dan memimpin penguasa dan penggunaan tanah
yang dipunyai bersama tersebut. Aspek publik ini tercermin dari adanya
kewenanganan negara untuk mengatur tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara
yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari
pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasa
1945.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Hak Menguasai Negara
Dalam
Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan
seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia membentuk
negara Republik Indonesia untuk melindungii segenap tanah air Indonesia untuk
memajukan kesejahteraan umum.
3. Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat
Berdasarkan
Pasal 3 UUPA terhadap hak ulayat yang masih ada diakui eksistensinya oleh UUPA
sepanjang hak ulayat itu masih hidup. Sementara itu, pelaksanaannya dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan UUPA serta kepentingan pembangunan yang
diselenggarakan dewasa ini.
4. Hak – hak Perorangan
Atas Tanah
a. Hak – hak Atas Tanah
Hak
atas tanah adalah hak yang memberikkan wewenang untuk memakai tanah yang
diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada dasarnya, tujuan memakai tanah adalah
untuk memenuhi dua jenis kebutuhan, yaitu untuk diusahakn dan tempat membangun
sesuatu.
1.
Hak-hak atas tanah yang
primer, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh negara dan bersumber
langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah. Jenis hak atas tanahnya antara
lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
2.
Hak-hak atas tanah yang
sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh pemilik tanah dan
bersumber secara tidak langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah.
b. Hak Atas Tanah Wakaf
Hak
atas tanah wakaf adalah hak penguasaan atas satu bidang tanah tertentu (semula
hak milik dengan terlebih dahulu diubah statusnya menjadi tanah wakaf) yang
oleh pemiliknya telah dipisahkan dari harta kekayaan dan melembagakannya
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatab atau keperluan umum lainnya
seperti pesantren atau sekolah berdasarkan agama sesuai dengan ajaran hukum
islam.Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
miliknya untuk dimanfaatkan atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingan guna keperluan ibadah atay kesejahteraan umum menurut syariah.definisi dan pengertian politik pertanahan
c. Hak Jaminan Atas Tanah
Hak
Jaminan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah hak tanggungan
menggantikan Hypotheek dan Credietverband sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah
yang lama. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 25,33,39 UUPA,
dan hak milik atas satuan rumah susun menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda – benda yang berkaitan dengan
Tanah, objek hak tanggungan ditambah hak pakai atas tanah negara.
d.
Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun
Dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun diciptakan dasar hukum
hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi: hak pemilikan perseoranagn
atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas
bagian-bagian dari bangunan rumah susun, hak bersama atas benda-benda, hak
bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara
fungsional tidak terpisahkan.
e.
Hak
Pengelolaan
Hak
pengelolaan untuk kali pertama disebut dan diatur dalam Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konveksi Hak Penguasaan Atas
Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang kebijakan selanjutnya juncto
Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaraan hak Pakai dan
Hak Pengelolaan dan dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953
tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara, yaitu dalam menegaskan pelaksanaan
konveksi hak-hak penguasaan yang ada pada departemen-departemen dan
daerah-daerah swatantra berdasarkan peraturan menteri tersebut. Ketentuan hak
Pengelolaan dalam Peraaturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahn 1965 diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan –Ketentuan
Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan juncto
Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata cara Permohonan
dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta
Pendaftarannya.
Hak
pengelolaan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tetang Rumah
Susun; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Menurut Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun
1999, Hak pengelolaan dapat diberikan kepada: instansi pemerintah termasuk
pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, PT
persero, badan otorita, badan-badan hukum lainnya yang ditunjuk pemerintah.[15]
C. Kebijakan Pertanahan
Berdasarkan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001
Ketetapan
Majelis Permusyawarakatan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditetapkan pada Sidang MPR pada tanggal 9
November 2001. Kedudukan TAP MPR hanya merupakan tuntunan bagi penetapan arah
dan kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
D. Kebijakan Pertanahan
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional
di Bidang Pertanahan
Pasal
2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten. Kewenangan tersebut antara lain :
1.
Pemberian ijin lokasi;
2.
Penyelenggaranaan
pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
3.
Penyelesaian sengketa
tanah garapan;
4.
Penyelesaian masalah
ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
5.
Penetapan subjek dan
objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan
tanah absentee;
6.
Penetapan dan
penyelesaian masalah tanah ulayat;
7.
Pemanfaatan dan
penyelesaian tanah kosong;
8.
Pemeberian izin membuka
tanah;
9.
Perencanaan pengunaan
tanah wilayah kabupaten/kota.
Kebijakan
pertanahan diarahkan kepada upaya menjalankan TAP MPR Nomor IX / 2001 tentang
pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal5 ayat 1.
E. Kebijakan Pertanahan
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional.
Eksistensi
Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban di bidang pertanhan
dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya peraturan Presiden
ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia
sehingga perlu di atur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan
sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor
10 Tahun 2006 tentang Komite Pertanahan. Komite Pertanahan ini bertujuanuntuk
menggali pemikiran dan pandangan dari pihak – pihak yang berkepentingan dengan
bidang pertanahan dan dalamrangka perumusan kebijakan nasional di bidang
pertanahan, adapun tugas Komite Pertanahan yaitu memerikan masukan, saran, dan
pertimbangan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam perumusan kebijakan
nasional dibidang pertanahan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangana pemerintah pusat dan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
F. Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Norma dan Standar Mekanisme
Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota/Kabupaten
Ditetapkan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang norma dan
standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan
yang dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten. Sebagai tindak lanjut dari
keputusan Presiden Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan menyebutkan tentang pembagian
kewenangan pemerintah dibidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota.
KESIMPULAN
Dengan
diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut, diharapkan permasalahan yang
terkait dengan sengketa kewenangan bidang pertanahan dapat diatasi. Hal ini
sesuai dengan konsep kewenangan pertanahan yang pada dasarnya merupakan
kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan tersebut meliputi perencanaan
peruntukan tanah, penguasaan dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah serta
pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukum mengenai tanah serta pendaftaran
tanah, pelaksanaan ketentuan hukumnya pada asasnya selalu dilakukan dalam
rangka dekonsentrasi kepada pejabat-pejabat pemerintah daerah dalam rangka medebewind, bukan otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Harsono,
Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya.Jakarta:
Penerbit Djambatab.2003.
Hazairin.
Demokrasi Pancasila. Jakarta: Tinta
Mas. 1973.
Hutagalung,
Arie Sukanti. Serba Aneka Masalah Tanah
Dalam Kegiatan Ekonomi Suatu Kumpulan Karangan. Jakarta:Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2002.
Hutagalung,
Arie Sukanti, Nyonya. Kewenangan
Pemerintahan di Bidang Pertanahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.
Sudiyat,Iman.
Hukum Adat, Sketsa Asas. Yogyakarta:Penerbit
Liberty. 1978.
Wahyono,
Padmo. Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila. Jakarta: Alsara Baru. 1984
Peraturan
Perundang-undangan :
Badan
Pertanahan Nasional. Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan
Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintahan
KabupatenKota. K.BPN No.2 Tahun 2003.
Departemen
Agraria/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan
Menteri Negera Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang izin Lokasi. Kepmenag/K.BPN
No.2 Tahun 1999.
Departemen
Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. Permenag/K.BPN No.9
Tahun 1999.
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. No.IX Tahun
2001.
.Un
125 Tahun 2004, Undang -Undang tentang
Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria. UU No.5 Tahun 1960,LN No.104 Tahun
1960, TLN Np.2043.
.
Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. UU No. 10 Tahun 2004, LN No. TLN No.4389.
.
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
UU No.32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No 4437.
. Undang-Undang tentang Penanaman Modal.
UU No. 25 Tahun 2007, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724.
.
Peraturan Pemerintah tentang Penguasaan
Tanah – Tanah Negara. PP No.8 Tahun 1953.
[1] Van Vollenhoven,’’Het Adatrecht
van Nederlandsh Indie,’’Jilid 1 Bagian pertama 1925. Dalam buku ini
dikemukakan adanya 19 macam lingkungan hukum adat (rechtskring). Suatu deskripsi yang baik mengenai hubungan
masyarakat hukum adat seperti di desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan, nagari
di Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan. Masyarakat
hukum adat tersebut merupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai
kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan
hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama
atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Dalam Hal ini lihat dalam Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tinta
Mas,1973), hlm. 44.
[2] Padmo Wahyono, Bahan-Bahan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Jakarta: Aksara Baru,1984),
hlm. 28-29.
[3] Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Asa (Yogyakarta: Penerbit
Liberty,1978) hlm. 1. Conditio sine qua
non merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti syarat mutlak atau
syarat yang absolut. Sudarsono, Kamus
Hukum (Jakarta: Rineka Cipta.2002),hlm. 82.
[4] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 5.
[5] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 1.
[6] Hutagalung, Konsepsi, Op. Cit., hlm. 17.
[7][7] Undang-Undang Dasar 1945 telah
mengalami empat kali amandemen. Namun, Pasal 33 Ayat (3) tidak mengalami
perubahan. Berdasarkan amandemen ke empat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33
ditambah menjadi lima ayat, Indonesia, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33.
[8] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 2.
[9] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 3.
[10] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 4.
[11] Boedi, Sejarah,Op., Cit., hlm
. 235-236. Dalam Pasal 4 ayat (1)UUPA disebutkan hak-hak atas tanah antara
lain: hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak
memnungut hasil hutan, dan hak-hak lain.
[12] Indonesia, Undang - Undang
tentang Penanaman Modal, UU. No. 25 Tahun 2007, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724, Pasal 22 Ayat (1).
[13] Indonesia, Peraturan Pemerintah
tentang Perwakafan Tanah milik, PP No. 28 Tahun 1977. LN No. 38 Tahun 1977,
TLN No. 3107, Pasal 1. Pengaturan mengenai perwakafan tanah milik juga diatur
dalam Pasal 49 UUPA.
[14] Indonesia, Undang-Undang tentang Wakaf,
UU No.41 Tahun 2004, LN No. 159 Tahun 2004, TLN No. 4459, Pasal 1. Terbitnya
Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menciptakan tertib hukum dan
administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf sehingga perbuatan hukum
wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta
diumumkan. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung
terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, meurut
undang-undang ini dapat pula berupa benda bergerak. Selain itu, peruntukan
benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial,
tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf sepanjang sesuai dengan prinsip
manajemen dan ekonomi syariah.
[15] Departemen Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Neger Agrariai/Kepala Badan
Pertanahan Nasional tentang Cara Pemberian dan Pembantalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan, PermenagK.BPN No.9 Tahun 1999, Pasal 67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar