Sabtu, 22 September 2012

catatan mingguan politik pertanahan tugas struktur..



CATATAN MIGUAN MATERI MATAKULIAH POLITIK PERTANAHAN
Oleh Alfin Andi Yanti
Dosen Pengampu Mata Kuliah Politik Pertanahan Noenik Sofiati, SH.MH


JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
Pengertian Politik Menurut Para Ahli, di antaranya sebagai berikut :
1.      Wilbur  White (White’s Political Dictionary, 1947) mengatakan bahwa Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari  negara dan pemerintahan; ilmu politik adalah sebuah studi yang berhubungan dengan tata letak, bentuk-bentuk, dan proses dari sebuah negara dan pemerintahan.
2.      David Easton (1965) menjelaskan bahwa politik adalah satu bentuk tertentu dari tindakan sosial,yakni bentuk tindakan yang menjamin pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan, serta definisi atas bidang penerapannya (Antropologi Politik, George Balandier).
3.      Rober A. Dahl menyatakan bahwa politik bisa dilihat dari sisi penekannyan pada individu. Bagi Dahl, politik adalah pola-pola menetap dari relasi manusia yang berkepentingan dengan masalah kekuasaan,, hukum (pemerintah, kaidah, adat) dan kekuasaan.
4.      Black Colitic mengatakan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan dan administrasi pemerintah negara dan bangsa/ penyelenggara fungsi-fungsi/ penyelenggara mengatur urusan pemerintah.
5.      Menurut Kamus Bahasa Indonesia Badudu        Zaine mengatakan bahwa politik adalah dengan segala macam ketatanegaraan yang menyangkut pemerintahan yang didalamnya  ada sistem kebijakan serta siasat menyikapi urusan dalam maupun luar negeri.
Pengertian Politik Hukum adalah yang berhubungan dengan kebijaksanaan untuk menentukan kaidah – kaidah hukum sesuai dengan ideologi penguasa.
Menurut Rahardjo Kaidah/Tujuannya dalam penegak hukum adalah mencapai tujuan, cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut dan cara mana untuk mencapai tujuan tersebut, mengapa politik itu di ubah dan apa dampaknya, bagaimanakah cara perubahan itu sebaiknya dilakukan.

Politik Hukum Pertanahan adalah Kebijakan pemerintah dibidang pertanahan yang ditujukan untuk peruntukan dan penggunaan penguasa atau pemilik tanah, peruntukan penggunaan tanah untuk menjamin perlindungan huku dan meningkatkan kesejateraan serta mendorong kegiatan ekonomi melalui pemberlakuan Undang-Undang Pertanahan dan Peraturan Pelaksanaannya.

Hukum Tanah Nasional adalah hukum tanah Indonesia yang tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pemikiran hukum adat mengenai hubungan hukum antara masyrakat hukum adat tertentu dengan tanah ulayatnya. Konsepsi hukum tanah adalah konsepsi asli Indonesia yang tertitik tolak dari keseimbangan antara kepentingan bersama dan kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat juga disebut sebagai konsepsi pancasila karena memosisikan manusia dan masyarakatnya dalam posisi yang selaras, serasi, danseimbang dan tidak adapertentangan antara masyarakat dan individu.


Latar Belakang terbentuknya Politik Pertanahan, yaitu :
a.       UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa tentang bumi, air dan tanah yang terkandung dalam negara diletakkan dalam negara dan pengenalan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
b.      Hukum Adat (Hak Ulayat) yaitu menjelaskan tentang persekuuan hukum (yang kecil itu desa dan yang besar itu negara).
c.       Pengertian Hukum Adat (Hal Ulayat) menurut beberapa pakar , diantaranya adalah sebagai berikut:
ü  Maria R. Ruwiastuti menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat tumbuh dari kesadaran hukum menjalankan rata hukum yang nyata dari rakyat serta pembentukan norma tidak tergantung pada pengabdian rakyat.
ü  Urip Santoso tercantum pada UUPA Pasal 3 menurutnyaPelaksanaan hak ulayat dan pelaksanaan hak serupa itu dari masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada baru sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa kita yang tidak boleh bertentangan dengan UUD dan Peraturan lain yang lebih fungsi.
ü  Prof. Boedi Harsono, S.H., menyimpulkan bahwa Hak  Ulayat / Hukum Adat adalah serangkaiam wewenang dan kewajiban hukum adat yang berhubungan dengan tanah dan tata letak dengan wilayah lingkungan.
ü  Imam Soetiknyo mengenai Hak ulayat atau Hukum Adat adalah Hak-hak yang besifat publik yang dimiliki oleh persekutuan hukum adat sebagai satuan politik terkecil yang terdapat diwilayah negara dengan kata lain hak ulayat hak negara sehingga tanah yang dikuasai berdasarkan hak milik statusnya sama dengan tanah negara.
ü  Menurut Imam Sudiyat, sebagai salah satu unsur esensial pembentukan negara, tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya mendominasi.
Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non.[3]

Beberapa Peraturan Kebijakan Pemerintah (Hukum Adat) yang berkaitan dengan hukum pertanahan diantaranya sebagai berikut:
1.      Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Perbaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,
3.      Keputusan Presiden Nomor 34 tahn 2003 tentang Kebijkan Nasional tentang Badan Pertanahan Nasional di Bidang Pertanahan,
4.      Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasiona,
5.      Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang baru saja ditetapkan pada tanggal 9 Juli 2007 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
6.      Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten

A.    Konsepsi Hukum Tanah Nasional
Sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat. Hal ini tercermin dari rumusan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyatakan bahwa: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia, serta dengan peraturan-peraturan yang tercermin dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Sifat komunalistik dalam konsepsi hukum tanah nasional tercermin dalam rumusan Pasal 1 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Sementara itu, sifat religius konsepsi hukum tanah nasional terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 UUPA yang menyebutkan bahwa seluruh bumi,air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan lam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

B.    Hak Penguasa Atas Tanah sebagai Objek Hukum Tanah Nasional
1.      Hak Bangsa Indonesia
Hak bangsa Indonesia mengandung dua unsur, yaitu sebagai berikut.
a.       Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA)
Pernyataan ini menunjukkan sifat komunalistik dari konsepsi Hukum Tanah Nasional. Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur tangan kekuasaan politik untuk melaksanakannya tugas kewajiban yang termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat.
b.      Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan memimpin penguasa dan penggunaan tanah yang dipunyai bersama tersebut. Aspek publik ini tercermin dari adanya kewenanganan negara untuk mengatur tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh negara berdasarkan hak menguasai negara yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh negara dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasa 1945. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.      Hak Menguasai Negara
Dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia membentuk negara Republik Indonesia untuk melindungii segenap tanah air Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum.
3.      Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
Berdasarkan Pasal 3 UUPA terhadap hak ulayat yang masih ada diakui eksistensinya oleh UUPA sepanjang hak ulayat itu masih hidup. Sementara itu, pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan UUPA serta kepentingan pembangunan yang diselenggarakan dewasa ini.
4.      Hak – hak Perorangan Atas Tanah
a.      Hak – hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak yang memberikkan wewenang untuk memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk memenuhi dua jenis kebutuhan, yaitu untuk diusahakn dan tempat membangun sesuatu.
Hak-hak atas tanah dalam hukum tanah nasional, pada dasarnya meliputi sebagai berikut.
1.      Hak-hak atas tanah yang primer, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh negara dan bersumber langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah. Jenis hak atas tanahnya antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
2.      Hak-hak atas tanah yang sekunder, yaitu hak-hak atas tanah yang diberikan oleh pemilik tanah dan bersumber secara tidak langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah.
b.      Hak Atas Tanah Wakaf
Hak atas tanah wakaf adalah hak penguasaan atas satu bidang tanah tertentu (semula hak milik dengan terlebih dahulu diubah statusnya menjadi tanah wakaf) yang oleh pemiliknya telah dipisahkan dari harta kekayaan dan melembagakannya selama-lamanya untuk kepentingan peribadatab atau keperluan umum lainnya seperti pesantren atau sekolah berdasarkan agama sesuai dengan ajaran hukum islam.Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah atay kesejahteraan umum menurut syariah.definisi dan pengertian politik pertanahan
c.       Hak Jaminan Atas Tanah
Hak Jaminan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah hak tanggungan menggantikan Hypotheek dan Credietverband  sebagai lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah yang lama. Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 25,33,39 UUPA, dan hak milik atas satuan rumah susun menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda – benda yang berkaitan dengan Tanah, objek hak tanggungan ditambah hak pakai atas tanah negara.
d.      Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang rumah susun diciptakan dasar hukum hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi: hak pemilikan perseoranagn atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun, hak bersama atas benda-benda, hak bersama atas tanah, yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
e.       Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan untuk kali pertama disebut dan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konveksi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang kebijakan selanjutnya juncto Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaraan hak Pakai dan Hak Pengelolaan dan dihubungkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara, yaitu dalam menegaskan pelaksanaan konveksi hak-hak penguasaan yang ada pada departemen-departemen dan daerah-daerah swatantra berdasarkan peraturan menteri tersebut. Ketentuan hak Pengelolaan dalam Peraaturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahn 1965 diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan –Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Hak untuk Keperluan Perusahaan juncto Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya.
Hak pengelolaan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tetang Rumah Susun; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Menurut Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, Hak pengelolaan dapat diberikan kepada: instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, PT persero, badan otorita, badan-badan hukum lainnya yang ditunjuk pemerintah.[15]
C.    Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Ketetapan  Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX Tahun 2001
Ketetapan Majelis Permusyawarakatan Rakyat Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ditetapkan pada Sidang MPR pada tanggal 9 November 2001. Kedudukan TAP MPR hanya merupakan tuntunan bagi penetapan arah dan kebijakan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.
D.    Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan
Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten. Kewenangan tersebut antara lain :
1.      Pemberian ijin lokasi;
2.      Penyelenggaranaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
3.      Penyelesaian sengketa tanah garapan;
4.      Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
5.      Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;
6.      Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
7.      Pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong;
8.      Pemeberian izin membuka tanah;
9.      Perencanaan pengunaan tanah wilayah kabupaten/kota.
Kebijakan pertanahan diarahkan kepada upaya menjalankan TAP MPR Nomor IX / 2001 tentang pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal5 ayat 1.
E.     Kebijakan Pertanahan Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Eksistensi Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban di bidang pertanhan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu di atur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Komite Pertanahan. Komite Pertanahan ini bertujuanuntuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak – pihak yang berkepentingan dengan bidang pertanahan dan dalamrangka perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, adapun tugas Komite Pertanahan yaitu memerikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam perumusan kebijakan nasional dibidang pertanahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangana pemerintah pusat dan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.


F.     Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten
Ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang norma dan standar mekanisme ketatalaksanaan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten. Sebagai tindak lanjut dari keputusan Presiden Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan menyebutkan tentang pembagian kewenangan pemerintah dibidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

KESIMPULAN
Dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut, diharapkan permasalahan yang terkait dengan sengketa kewenangan bidang pertanahan dapat diatasi. Hal ini sesuai dengan konsep kewenangan pertanahan yang pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan tersebut meliputi perencanaan peruntukan tanah, penguasaan dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukum mengenai tanah serta pendaftaran tanah, pelaksanaan ketentuan hukumnya pada asasnya selalu dilakukan dalam rangka dekonsentrasi kepada pejabat-pejabat pemerintah daerah dalam rangka medebewind, bukan otonomi daerah.






DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya.Jakarta: Penerbit Djambatab.2003.
Hazairin. Demokrasi Pancasila. Jakarta: Tinta Mas. 1973.
Hutagalung, Arie Sukanti. Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi Suatu Kumpulan Karangan. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2002.
Hutagalung, Arie Sukanti, Nyonya. Kewenangan Pemerintahan di Bidang Pertanahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.
Sudiyat,Iman. Hukum Adat, Sketsa Asas. Yogyakarta:Penerbit Liberty. 1978.
Wahyono, Padmo. Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Jakarta: Alsara Baru. 1984
Peraturan Perundang-undangan :
Badan Pertanahan Nasional. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintahan KabupatenKota. K.BPN No.2 Tahun 2003.
Departemen Agraria/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Negera Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang izin Lokasi. Kepmenag/K.BPN No.2 Tahun 1999.
Departemen Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. Permenag/K.BPN No.9 Tahun 1999.
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
                   . Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. No.IX Tahun 2001.
                   .Un 125 Tahun 2004, Undang -Undang tentang Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria. UU No.5 Tahun 1960,LN No.104 Tahun 1960, TLN Np.2043.
                   . Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU No. 10 Tahun 2004, LN No. TLN No.4389.
                   . Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No.32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No 4437.
                   . Undang-Undang tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun 2007, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724.
                   . Peraturan Pemerintah tentang Penguasaan Tanah – Tanah Negara. PP No.8 Tahun 1953.




[1] Van Vollenhoven,’’Het Adatrecht van Nederlandsh Indie,’’Jilid 1 Bagian pertama 1925. Dalam buku ini dikemukakan adanya 19 macam lingkungan hukum adat (rechtskring). Suatu deskripsi yang baik mengenai hubungan masyarakat hukum adat seperti di desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan, nagari di Minangkabau, kuria di Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan. Masyarakat hukum adat tersebut merupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Dalam Hal ini lihat dalam Hazairin, Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tinta Mas,1973), hlm. 44.
[2] Padmo Wahyono, Bahan-Bahan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Jakarta: Aksara Baru,1984), hlm. 28-29.
[3] Imam Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Asa (Yogyakarta: Penerbit Liberty,1978) hlm. 1. Conditio sine qua non merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti syarat mutlak atau syarat yang absolut. Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta.2002),hlm. 82.
[4] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 5.
[5] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 1.
[6] Hutagalung, Konsepsi, Op. Cit., hlm. 17.
[7][7]  Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Namun, Pasal 33 Ayat (3) tidak mengalami perubahan. Berdasarkan amandemen ke empat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ditambah menjadi lima ayat, Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33.
[8] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 2.
[9] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 3.
[10] Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op. Cit., Pasal 4.
[11] Boedi, Sejarah,Op., Cit., hlm . 235-236. Dalam Pasal 4 ayat (1)UUPA disebutkan hak-hak atas tanah antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memnungut hasil hutan, dan hak-hak lain.
[12] Indonesia, Undang - Undang tentang Penanaman Modal, UU. No. 25 Tahun 2007, LN No. 67  Tahun 2007, TLN No. 4724, Pasal 22 Ayat (1).
[13] Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perwakafan Tanah milik, PP No. 28 Tahun 1977. LN No. 38 Tahun 1977, TLN No. 3107, Pasal 1. Pengaturan mengenai perwakafan tanah milik juga diatur dalam Pasal 49 UUPA.
[14] Indonesia, Undang-Undang tentang Wakaf, UU No.41 Tahun 2004, LN No. 159 Tahun 2004, TLN No. 4459, Pasal 1. Terbitnya Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf sehingga perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, meurut undang-undang ini dapat pula berupa benda bergerak. Selain itu, peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf sepanjang sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.
[15] Departemen Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Neger Agrariai/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Cara Pemberian dan Pembantalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, PermenagK.BPN No.9 Tahun 1999, Pasal 67.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar